Minggu, 29 Juli 2018

AKU, SAYA DAN KORUPSI


Kata ini sudah sangat popular dilingkungan kita, atau seluruh bangsa Indonesia. 
Apalagi menjelang diselenggarakannya pesta demokrasi Indonesia, semakin seru juga kata KORUPSI, KORUPTOR ini disuarakan. 
Anehnya, yang meributkan kata-kata ini adalah, sebagian besar  atau mayoritas adalah para pelaku korupsi itu sendiri (baik yang sadar, maupun pura-pura gak sadar).
Diteras sebuah gubug reot yang habis kebanjiran, aku dan saya mencoba berdiskusi tentang KORUPSI. Aku bertanya kepada saya, apakah kamu tahu korupsi itu apa sich?. 
Dengan gaya yang santai dan khas, saya menjawab, "Ya,.. orang-orang yang biasa ngambil uang negara itulah disebut korupsi"."Emangnya, kalau elu sendiri apa artinya?. Kok tumben-tumbenan nanyain masalah korupsi?". 
Emangnya elu bersih dari korupsi?. 
Elu tahu darimana bahwa elu bersih? 
Apa parameternya?.
Yakin ente orang suci?, kagak pernah korupsi?
Dan segala macam pertanyaan kritis yang disampaikan oleh saya kepada aku. 
Kalau sudah berdebat begini, antara aku dan saya gak pernah ada yang mau ngalah. 
Sama-sama egois, sama-sama sok pintar, sok suci dll.
Seperti biasa, kalau sudah kritis begini, jalan satu-satunya harus mencari penengah.
Yang bisa jadi penengah, syaratnya harus WARAS, WASIS, WICAKSANA.
WARAS = Sehat jasmani dan ruhani, mengerti halal dan haram, sadar hal yang baik dan buruk.
WASIS =  Cerdas lahir maupun bathin, mengerti bedanya aspek dengan dampak, sadar akan adanya bahaya maupun resiko.
WICAKSANA = Adil karena Taqwa, mengerti APA dan SIAPA dirinya, DARIMANA dan MAU KEMANA dirinya.
Meskipun masih jaaauuuhhhh dari syarat-syarat diatas, kebetulan ada AA, yang sedang lewat, 
dan dengan keramahtamahannya yang sangat spesifik, menghampiri aku dan saya.
Kebetulan AA ini termasuk orang yang bisa disebut ADAPTIST, yaitu manusia yang bisa beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dengan cepat.
Meskipun dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, namun type orang ini juga sangat sulit bisa terpengaruh oleh lingkungannya. 
Sebagaimana philosophy-nya : Jadilah seperti ikan, walau hidup dilaut yang asin, namun rasanya tetap tawar. BE YOURSELF boso simple-nya.
Mr. AA alias si Babal ustadz (Babal = calon buah nangka yang sudah jatuh berwarna kuning), dengan gaya sapaan yang khas, bertanya "Hmm, lagi pada ngapain ini?" Ada masalah apa? 
Setelah disebutkan persoalannya, sang ustadz dengan gaya yang sok ngerti masalah politik menjelaskan :
Ini namanya podho  REBUTAN  BALUNG  TANPA ISI.
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. ( Definisi dari Wikipedia ).
 
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  • perbuatan melawan hukum,
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
  • penggelapan dalam jabatan,
  • pemerasan dalam jabatan,
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). (lihat Wikipedia).
Nach,…dari masyarakat kita saja, ternyata arti dan makna korupsi juga sudah di korupsi. Kenapa???. Karena hanya para pejabat negara dan penyelenggara negara saja yang selama ini dianggap dan disebut korupsi. Katanya UUD menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan dan hak yang sama. Njur piye jal???.
Oleh karenanya, coba masing-masing introspeksi :
 
Sebagai rakyat kecil dan miskin, apakah aku dan saya sudah melakukan hal-hal berikut ini?
  1. Mengutamakan kepentingan umum, diatas kepentingan pribadi. Contohnya : tidak berhenti/parkir dipinggir jalan yang dapat mengganggu orang lain, tidak membuang limbah apapun secara sembarangan, tidak mendahului dari sebelah kiri dll.
  2. Tidak melawan hukum dan peraturan-peraturan serta etika walau sekecil apapun.
    Umpamanya : Disiplin dalam  mematuhi peraturan dan tata tertib, baik dilingkungan sekitar, berlalu lintas, mengantri dengan tidak menyentuh orang didepan kita, mengambil jalur arah lawan, dll.
  3. Melakukan hal-hal yang benar, dan tidak membenarkan sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat umum. Sebagai contoh, dilintasan rel KA, antrian dipintu lintasan, jalur kanan 99,9% pasti dipenuhi oleh kendaraan. Dengan menggunakan logika pembenaran, kalau NGGAK IKUT, kapan mau nyampenya?. Ini adalah kamus baru dalam masyarakat KELIRUMOLOGI (Istilah dari Om Jaya Suprana).
  4. Dan masih banyak contoh-contoh sederhana lainnya.
Akhirnya, 

Sebagai gambaran, kadang menjadi sebuah dilema di masyarakat. 
Contoh :
1. Ketika kita berada disuatu area parkir, yang jelas-jelas ada tulisan PARKIR GRATIS, maka bagaimana sikap kita?
2. Dibantu dipermudah pada urusan/sesuatu, akibat adanya faktor kenalan atau jabatan.
 
Jikalau AKU, SAYA, atau KITA masih belum bisa melakukan 3 hal diatas secara kaffah, dengan tetap memperhatikan yang kecil-kecil sekalipun, lebih baik dari sekarang nggak usah ribut masalah korupsi. Lebih baik benahi DIRI SENDIRI, dari hal-hal yang KECIL dan dari SEKARANG.

PHILOSOPHY GAMELAN DALAM KONTEK ORGANISASI


Bagi orang Jawa, sebagian besar sudah tidak asing dengan alat seni music gamelan.
Satu set gamelan, terdiri dari dua laras, Slendro dan Pelog. Jika gamelan dimainkan,
Maka akan menghasilkan suatu choir ensamble yang sangat merdu dan menyenangkan.
Suatu organisasi, bisa kita umpamakan pada sebuah gamelan.
1.      Kendhang ibarat sebagai pemimpin, yang akan mengatur rhythme dari permainan musik.
2.      Saron dan Slenthem, dan Bonang ibarat kepengurusan, mulai dari sekretaris, bendahara, serta seksi-seksi. Pemilik nada yang paling konsisten, sering secara bergantian ambil peran sebagai pembuka gendhing.
3.      Kethuk, Kenong, Kempul, dan Gong ibarat anggota. Dibunyikan secara selang-seling, kadang kala berbunyi gantung( ada jeda beberapa detik terhadap yang lain ), namun keberadaannya sangat berarti bagi sebuah kesatuan. Sebuah gamelan tidak akan terasa regeng, jikalau tidak ada ini. Dengan bunyi kempul, kethuk, kenong dan apalagi gong, sebuah alunan gamelan akan terasa ngungun ( membahana ), karena getarannya terasa lama.
4.      Gender, Bonang, Rebab, Siter, dan Suling ibarat Penasehat, Pelindung, dan Pembina. Keberadaannya, tidak begitu berpengaruh untuk kategori Ladrangan, atau Lancaran. Tetapi dalam sebuah permainan music nglaras mat-matan, tanpa tambahan music ini, tidak akan terasa nyamleng ketika kita sedang nglaras, karena alat music ini mampu memberikan khasanah dan warna tersendiri, walaupun bunyinya tidak nyaring, dan dipukulnya pun kebanyakan hanya saat jeda/diantara atau bahasa umumnya idle time.
5.      Terus factor yang tidak kalah penting adalah harus ada penonton, atau yang nanggap. Ya inilah kategori pemerhati, pengamat, dan simpatisan. Keberadaannya juga penting bagi sebuah organisasi. , karena kritik, saran dan masukan darinyalah organisasi bisa memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi. Jangan alergi dengan kritik, karena justru semangat improvement timbul karena kritik.

Dino Minggu, sinambi beres-beres gubug, nglaras mat-matan Campursari.
GEDANGSARI ben tekan SEMIN, GEmari denDANG campurSARI, ben SEMakin INdah.

Kamis, 18 Agustus 2016

FULL DAY SCHOOL




Sekolah seharian atau lebih dikenal dengan *full day school*, adalah salah satu model sekolah yang melakukan kegiatan belajar mengajar selama sehari penuh, atau kurang lebih 8 jam. Banyak negara-negara yang memberlakukan sekolah model ini. Bagi saya secara pribadi, keunggulan (advantage) dari system ini adalah,:\

1.    Anak saya akan mendapatkan kegiatan belajar yang lebih positif dan efektif  dalam pengawasan para guru.
2.    Karena saya bekerja diluar, dan istri saya bertugas dirumah, namun dari sisi mentoring anak, kami merasa sangat terbantu melalui pola ini, terutama dalam hal pelaksanaan kedisiplinan belajar.
3.    Tidak ada hak-hak anak saya yang merasa terampas, karena disekolahpun anak saya tetap diberikan kesempatan untuk bermain, bahkan tidur siang.
4.    Pola pendidikan POMG, atau pendidikan oleh Masyarakat, Orang tua dan Guru yang menjadi tagline pendidikan anak, justru sangat nyata dan terasa sekali, terutam dengan adanya sebuah lingkungan social yang terkontrol.
5.    Dan masih banyak lagi pokoknya.

Namun, pendidikan ini tetap saja ada sisi negative-nya, yakni :
a.     
b.     
c.    HIGH COST alias MAHAL ………..
Jikalau hal ini dibantu atau dibiayai oleh negara, betapa bahagianya. Setidaknya, mungkin inilah salah satu TRILOGI kemajuan suatu bangsa atau negara, yaitu :
Negara yang kuat adalah yang memprioritaskan anggarannya pada 3 hal :
1.    Pendidikan,
2.    Pertanian,
3.    Pertahanan.

Jika masyarakatnya cerdas, pertanian maju, dan pertahanannya kuat. Insha Alloh, akan jaya suatu negeri. KITA BISA, dengan kerja NYATA.