Kata ini
sudah sangat popular dilingkungan kita, atau seluruh bangsa Indonesia.
Apalagi
menjelang diselenggarakannya pesta demokrasi Indonesia, semakin seru juga kata KORUPSI, KORUPTOR
ini disuarakan.
Anehnya, yang meributkan kata-kata ini adalah, sebagian besar
atau mayoritas adalah para pelaku korupsi itu sendiri (baik yang sadar, maupun pura-pura gak sadar).
Diteras
sebuah gubug reot yang habis kebanjiran, aku dan saya mencoba berdiskusi
tentang KORUPSI. Aku bertanya kepada saya, apakah kamu tahu korupsi itu apa
sich?.
Dengan gaya yang santai dan khas, saya menjawab, "Ya,.. orang-orang yang
biasa ngambil uang negara itulah disebut korupsi"."Emangnya,
kalau elu sendiri apa artinya?. Kok tumben-tumbenan nanyain masalah korupsi?".
Emangnya elu bersih dari korupsi?.
Elu tahu darimana bahwa elu bersih?
Apa
parameternya?.
Yakin ente orang suci?, kagak pernah korupsi?
Dan segala macam pertanyaan kritis yang disampaikan oleh saya
kepada aku.
Kalau sudah berdebat begini, antara aku dan saya gak pernah ada
yang mau ngalah.
Sama-sama egois, sama-sama sok pintar, sok suci dll.
Seperti
biasa, kalau sudah kritis begini, jalan satu-satunya harus mencari penengah.
Yang bisa jadi penengah, syaratnya harus WARAS, WASIS, WICAKSANA.
WARAS = Sehat jasmani dan ruhani, mengerti halal dan haram, sadar hal yang baik dan buruk.
WASIS = Cerdas lahir maupun bathin, mengerti bedanya aspek dengan dampak, sadar akan adanya bahaya maupun resiko.
WICAKSANA = Adil karena Taqwa, mengerti APA dan SIAPA dirinya, DARIMANA dan MAU KEMANA dirinya.
Meskipun masih jaaauuuhhhh dari syarat-syarat diatas, kebetulan ada AA, yang sedang lewat,
dan dengan keramahtamahannya yang sangat spesifik, menghampiri aku dan saya.
Kebetulan AA ini termasuk orang yang bisa disebut ADAPTIST, yaitu manusia yang bisa beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dengan cepat.
Meskipun dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, namun type orang ini juga sangat sulit bisa terpengaruh oleh lingkungannya.
Sebagaimana philosophy-nya : Jadilah seperti ikan, walau hidup dilaut yang asin, namun rasanya tetap tawar. BE YOURSELF boso simple-nya.
Mr. AA alias si Babal ustadz (Babal = calon buah nangka yang sudah jatuh berwarna kuning), dengan gaya sapaan yang khas, bertanya "Hmm, lagi pada ngapain ini?" Ada masalah apa?
Setelah disebutkan persoalannya,
sang ustadz dengan gaya yang sok ngerti masalah politik menjelaskan :
Ini namanya podho
REBUTAN BALUNG TANPA ISI.
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak. ( Definisi dari Wikipedia ).
Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum,
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
- merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di
antaranya, namun bukan semuanya, adalah
- memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
- penggelapan dalam jabatan,
- pemerasan dalam jabatan,
- ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
- menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). (lihat Wikipedia).
Nach,…dari masyarakat kita saja,
ternyata arti dan makna korupsi juga sudah di korupsi. Kenapa???. Karena hanya
para pejabat negara dan penyelenggara negara saja yang selama ini dianggap dan disebut
korupsi. Katanya UUD menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan
dan hak yang sama. Njur piye jal???.
Oleh karenanya, coba masing-masing introspeksi :
Sebagai rakyat kecil dan miskin,
apakah aku dan saya sudah melakukan hal-hal berikut ini?
- Mengutamakan
kepentingan umum, diatas kepentingan pribadi. Contohnya : tidak berhenti/parkir dipinggir jalan yang dapat mengganggu orang lain, tidak membuang limbah apapun secara sembarangan, tidak mendahului dari sebelah kiri dll.
- Tidak
melawan hukum dan peraturan-peraturan serta etika walau sekecil apapun.
Umpamanya : Disiplin dalam mematuhi peraturan dan tata tertib, baik dilingkungan sekitar, berlalu lintas, mengantri dengan tidak menyentuh orang didepan kita, mengambil jalur arah lawan, dll. - Melakukan hal-hal yang benar, dan tidak membenarkan sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat umum. Sebagai contoh, dilintasan rel KA, antrian dipintu lintasan, jalur kanan 99,9% pasti dipenuhi oleh kendaraan. Dengan menggunakan logika pembenaran, kalau NGGAK IKUT, kapan mau nyampenya?. Ini adalah kamus baru dalam masyarakat KELIRUMOLOGI (Istilah dari Om Jaya Suprana).
- Dan masih banyak contoh-contoh sederhana lainnya.
Akhirnya,
Sebagai gambaran, kadang menjadi sebuah dilema di masyarakat.
Contoh :
1. Ketika kita berada disuatu area parkir, yang jelas-jelas ada tulisan PARKIR GRATIS, maka bagaimana sikap kita?
2. Dibantu dipermudah pada urusan/sesuatu, akibat adanya faktor kenalan atau jabatan.
Jikalau
AKU, SAYA, atau KITA masih belum bisa melakukan 3 hal diatas
secara kaffah, dengan tetap memperhatikan yang kecil-kecil sekalipun,
lebih baik dari sekarang nggak usah ribut masalah korupsi. Lebih baik benahi
DIRI SENDIRI, dari hal-hal yang KECIL dan dari SEKARANG.